Tantangan Politik Barsel
dan Pilihan Kepemimpinan Alternatif
Oleh: Kadarisman
Pemerhati Politik Banua Tinggal di Kalsel
Kemajuan masyarakat di suatu daerah atau bangsa tidak dapat dilepaskan dari tingkat kesadaran politik masyarakat itu sendiri . Semakin sadar masyarakat akan arti penting politik maka semakin cerdas kemampuannya dalam mengontribusikan partisipasi politiknya.
Masyarakat sebagai pemilik kedaulatan selama ini dibiarkan tidak kuasa menentukan pilihannya secara cerdas. Ketidaktahuan mereka pada hak daulat yang mereka miliki, membuat masyarakat menganggap suksesi politik tidak menjadi penting.
Keadaan itu dimanfaatkan oleh actor politik dan actor kekuasaan atau relasi antar actor membuat proses politik di daerah tidak menimbulkan efek edukasi politik yang menumbuhkan bagi warga masyarakat setempat. Akhirnya masyarakat Barito Selatan akan dihadapkan pada pilihan kepemimpinan yang tidak variative.
Keterbatasan figure dalam pilihan politik Barito Selatan bukan tanpa disadari public. Harapan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dan bersama – sama di Barito Selatan tak bisa dipupuskan.
Kesadaran itu tumbuh di kalangan masyarakat menengenah ke atas atas, bikrokrat dan pelaku usaha. Mereka sejatinya memimpikan kepemimpinan yang lebih ideal agar mampu membawa pemerintahan dapat dijalankan dengan prinsip – prinsip good governance, terbebas dari kepentingan sempit sebab dari tagihan utang politik dan atau untuk mementingkan diri sendiri.
Tumbuhnya harapan untuk memperbaiki harapan bersama menjadi tantangan social politik di Barito Selatan sendiri menghadirkan pilihan – piihan alternative kepemimpinan masa mendatang. Figur pemimpin yang memiliki jejak rekam idealisme, visi keadilan social dan kesejahteraan bersama yang telah merdeka dari mencari kaya di pemerintahan menjadi layak untuk dipinang.
Melalui partai politik public dapat mengusulkan figure tertentu agar dijajakan dalam kontestasi pilkada 2024 mendatang. Kontestasi perebutan kepemimpinan bupati atau presiden sekalipun tidak semata domain dan kekuasaan partai politik. Masyarakat sebagai pemilik saham atas adanya negara dapat turut andil menentukan siapa yang diusulkan dan dinilai layak untuk menjalankan pemerintahan.
Figur Alternatif
Semakin banyak pilihan yang disajikan dalam kontestasi politik sejatinya semakin baik. Figur kepemimpinan yang kuat tidak selalu muncul dari kader organic parpol. Ada banyak contoh kepemimpinan bupati atau walikota atau gubernur justru lahir bukan dari kader partai politik.
Joko Widodo misalnya, sebelum menjadi kader PDIP, adalah seorang pengusaha yang tidak terlibat dalam politik praktis. Namun ketika dipercaya dalam kontestasi politik di Solo tidak hanya meraih kemenangan tapi mampu mewujdukan perubahan lebih baik. Jokowi adalah pengusaha jati yang betul-betul wong ndeso, apa adanya tetapi mampu berkhikmat sebagai Walikota Solo ketika itu.
Contoh kepemimpinan bukan kader partai juga terjadi di DKI Jakarta ketika Anies Baswedan yang berpasangan dengan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok). Artinya siapapun figure alternative di Barsel 2024 dari non kader parpol sangat terbuka diusung oleh koalisi partai politik.
Pilihan masyarakat barsel juga semakin dinamis. Mereka semakin realistis dan tidak lagi terjebak pada fanatisme partai politik tertentu. Hal itu terbukti perolehan suara PDIP dan Golkar sebagai yang mendominasi perolehan kursi legislative 2014 mengalami penurunan pada perolehan kursi legislative di tahun 2019. Tren penurunan itu diyakini akan masih terjadi di pemilu 2024 mendatang.
Dominasi PDIP di DPRD dengan 9 kursi pada 2014 – 2019 tidak mampu mengantarkan Farid Yusran – Sukanto pada pilkada tahun 2017 sebagai pemenang. Kader PDIP itu kalah dalam perolehan suara yang cukup jauh dari Edy – Setya yang merupakan usungan Golkar yang hanya memiliki 4 kursi di DPRD saat itu.
Tren perubahan harapan public terhadap kepemimpinan politik di Barsel terjadi sejak pemerintahan Bupati Farid Yusran tahun 2011 – 2016. Farid Yusran gagal memperpanjang kekuasaannya mengikuti jejak pendahulunya Baharuddin H Lisa yang mampu menuntaskan dua kali masa periode sebagai bupati.
Tren ini juga akan menjadi karma kepada Edy Raya. Sekalipun Edy Raya adalah Bupati Barsel yang paling dekat dengan ingatan public sebelum digantikan PJ Bupati Barsel, kejadian serupa Farid Yusran pada 2017 lalu tidak menutup kemungkinan akan terjadi. Pola perubahan harapan masyarakat atas kepemimpinan alternative bisa mengubur harapan Edy Raya dan Juga Farid Yusran.
Namun demikian, peluang keduanya tetap terbuka, bergantung siapa figure alternative yang saat ini tereskalasi ke permukaan dan memiliki basis kuat secara kultural dan social berada di pihaknya. Itu menjadi jawaban siapa kelak yang memenangi pilkada Barsel 2024.
Persoalan selanjutnya, jika figure alternative itu begitu kuat karena lahir dari kehendak public, maka siapa yang potensi menjadi Barsel 1 dan siapa sudi sebagai Barsel 2?. Masyarakat Barsel punya hak untuk ambil bagian menentukan. Itu tantangannya!*